Pengamen Jalanan Ini Keluarkan Modal Rp 27 Juta

Written By Unknown on Senin, 16 Desember 2013 | 12.16

SEMARANG,  tribunkaltim.co.id — Jumlah anak jalanan, gelandangan, serta pengemis terus bertambah di Kota Semarang. Ada yang bekerja secara individu, tetapi tak sedikit pula yang terorganisasi layaknya organisasi profesional.


Menjadi pengamen jalanan tidak sekadar bermodal gitar tua ataupun suara. Beberapa pengamen di Kota Semarang bahkan mengenakan kostum lengkap. Mengadaptasi kesenian jatilan lengkap dengan gamelan, beberapa kelompok bahkan berganti warna kostum setiap hari.

"Saya keluar modal Rp 27 juta untuk bikin 10 warna kostum mulai dari merah, kuning, putih, dan sebagainya. Saya tidak ingin anak-anak sekadar mengamen, tapi juga menghibur," kata koordinator pengamen jatilan di Kota Semarang, Bram (bukan nama sebenarnya), di sebuah sudut Kota Semarang, Sabtu (14/12/2013) lalu.

Ketika dimintai tanggapan terkait penggodokan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anak Jalanan dan Gelandangan serta Pengemis oleh DPRD Kota Semarang, ia meminta ada solusi yang nyata untuk orang jalanan seperti dirinya. Tidak hanya melulu soal sanksi, tetapi juga pekerjaan tetap untuk dirinya dan anak asuhnya.

"Sebenarnya saya enggak apa-apa berhenti mengamen, tapi harus ada gantinya. Atau sehari kan waktunya panjang, ada pagi, siang, dan malam. Apa diatur waktunya? Yang penting pemerintah menyediakan tempat," tutur Bram yang sudah menjadi orang jalanan sejak umur 17 tahun. Kini umurnya 59 tahun.

Sembari mengisap kreteknya, Bram mengaku punya 15 anak asuh di jalanan. Semuanya dimodalinya kostum dan gamelan untuk mengamen. Ia membaginya menjadi tiga kelompok. Semuanya beroperasi mulai pukul 10.00 hingga pukul 17.00 WIB. Anak asuhnya itu dari berbagai umur, mulai yang tua hingga anak kecil.

Bram membantah mempekerjakan mereka. Sebaliknya, anak asuhnya yang datang untuk minta dibantu mendapatkan penghasilan. "Saya selalu tekankan penghasilan mereka untuk membantu orangtuanya atau keluarganya. Niat saya juga baik," jelasnya diiringi suara gamelan yaang dimainkan anak asuhnya.

Saat melakukan perbincangan ini, anak asuh Bram yang terdiri dari anak kecil dan remaja tidak berhenti mengamen. Begitu lampu merah menyala, tiga orang menari dan dua orang bermain musik. Cukup menari sebentar, mereka selanjutnya berkeliling mencari uang. Ada pengendara yang memberi lembaran ribuan rupiah atau sekadar uang receh. Tidak jarang mereka harus berlari ke pinggir jalan menghindari kendaraan yang melaju saat lampu hijau.

Bram bercerita, penghasilannya dari mengamen bisa untuk mencukupi hidup sehari-hari. Tiap harinya ratusan ribu rupiah didapatkannya. Uang itu akan dibagikan ke anak asuhnya. Paling tidak, satu orang mengantongi Rp 60.000 per harinya.

"Ya kalau bersih sekali (kota tanpa anak jalanan dan pengemis) nanti malah kacau, banyak kekerasan terjadi (kriminalitas) di jalan. Yah, baiknya gimanalah pemerintah. Saya kalau ngelawan juga kayak macan ompong," tuturnya.

Di pinggiran bundaran Simpanglima, Tutik (60), warga asal Solo, berharap dia tetap diizinkan mencari nafkah dengan cara meminta sedekah. Menurut dia, saat ini ia tidak bisa bekerja apa-apa. Selama empat tahun, Tutik berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan meminta-minta.

"Saya tidak punya siapa-siapa lagi. Suami dan anak saya sudah meninggal dunia. Saya di Semarang sendirian tidur di emperan," katanya.


Anda sedang membaca artikel tentang

Pengamen Jalanan Ini Keluarkan Modal Rp 27 Juta

Dengan url

http://beritakaltime.blogspot.com/2013/12/pengamen-jalanan-ini-keluarkan-modal-rp.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Pengamen Jalanan Ini Keluarkan Modal Rp 27 Juta

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Pengamen Jalanan Ini Keluarkan Modal Rp 27 Juta

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger