Tribun Kaltim - Sabtu, 24 November 2012 10:25 WITA
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) Prof M Hasan Machfoed mengemukakan hal itu pada pembukaan Pertemuan Ilmiah Nasional Stroke di Semarang, Jumat (23/11). Menurut dia, tindakan intervensi stroke, selain dilakukan oleh dokter ahli saraf, juga dapat dilakukan oleh ahli bedah radiologi atau bedah saraf asal sesuai dengan panduan manajemen.
Menurut Hasan, pada terapi cuci otak, terapis memasukkan obat ke pembuluh darah otak penderita stroke. Dalam dunia kedokteran, proses itu disebut trombolisis yang memiliki prosedur batas waktu ketat.
Menurut panduan, trombolisis dapat diberikan hingga delapan jam setelah penderita terkena stroke. Terapi itu dapat menimbulkan masalah jika serangan sudah lebih dari delapan jam, apalagi berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Dokter spesialis saraf dari RS dr Kariadi, Fenny L Yudiarto, menyatakan, obat yang diberikan pada terapi cuci otak adalah recombinant tissue plasminogen activator (RTPA), yang harus diberikan dalam jangka waktu kurang dari delapan jam setelah serangan stroke. Kini, terapi itu diberikan kepada penderita stroke yang sudah lama.
RTPA seharusnya untuk penderita stroke sumbatan. Jika diberikan kepada penderita stroke pendarahan dapat menimbulkan perdarahan lebih parah. (UTI)
Anda sedang membaca artikel tentang
Perdossi Pertanyakan Terapi Cuci Otak
Dengan url
http://beritakaltime.blogspot.com/2012/11/perdossi-pertanyakan-terapi-cuci-otak.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Perdossi Pertanyakan Terapi Cuci Otak
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Perdossi Pertanyakan Terapi Cuci Otak
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar